Wajah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kini terlihat menawan seiring pesatnya pembangunan infrastruktur, mulai dari jalan raya, pusat perdagangan, kawasan pariwisata, hingga pelabuhan. Hampir semua jalan desa di Kabupaten Lamongan sudah mulus diaspal. Pertokoan dibangun di beberapa tempat, seperti di jalan utama Kabupaten Lamongan. Kawasan pariwisata terpadu sudah dibangun di pinggir pantai dengan dilengkapi resor penginapan.
Singkat kata, Lamongan yang dulu merupakan daerah terbelakang kini mulai menjadi daerah yang berkembang. Lamongan juga sangat potensial sebagai tempat alternatif penanaman investasi karena sebagian infrastrukturnya sudah tersedia, termasuk pasokan listrik.Padahal, sekitar lima tahun lalu, Kabupaten Lamongan masih terbelakang. Ibarat seorang gadis, Lamongan seperti gadis kampung yang tidak pernah bersolek dan kurang pergaulan. Pada tahun 2002, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan hanya 3,2 persen.
Sementara produk domestik regional brutonya (PDRB) sebesar Rp 3,8 triliun. Sebagian besar ditunjang sektor pertanian dan perdagangan. Dari sektor investasi, tak ada satu pun industri besar yang masuk ke Lamongan.
Total pendapatan asli daerah (PAD) saat itu hanya sekitar Rp 21 miliar. Empat tahun kemudian atau tahun 2006, Lamongan sudah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lamongan tahun 2006 sebesar 5,39 persen.
Pertumbuhan Ekonomi
Sementara PDRB tahun 2006 sebesar Rp 6 triliun. Sumber pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006 sudah mulai ditunjang oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pariwisata. Total PAD sudah mencapai sebesar Rp 39 miliar.
Dari segi jumlah, pendapatan sebesar itu memang belumlah terlalu besar. Namun, jika melihat tren peningkatan, hal itu merupakan sinyal positif tumbuhnya perekonomian. Apalagi, beberapa investasi, baik dari investor dalam negeri maupun asing, juga mulai masuk ke Lamongan sejak tahun 2004.
PT Bunga Wangsa Sejati (BWS) adalah salah satu investor dalam negeri yang masuk ke Lamongan. PT BWS yang merupakan pengelola Jatim Park di Batu, Jawa Timur, membangun kawasan wisata terpadu, seperti dunia fantasi Ancol di daerah Kecamatan Paciran bersama perusahaan yang didirikan Pemerintah Kabupaten Lamongan.
Sementara untuk investor asing, PT Lamongan Integrated dan PT Eastern Logistic merupakan investor asing pertama yang masuk ke Lamongan. Investor dari Singapura ini membangun pangkalan pantai terpadu yang melayani segala bentuk kebutuhan logistik perusahaan minyak dan gas bumi.
Perlahan, tetapi pasti, Lamongan mulai dilirik sebagai tempat untuk berinvestasi. Jumlah penduduk sebanyak 1,4 juta orang merupakan salah satu potensi yang dimiliki Kabupaten Lamongan. Selain itu, banyak sumber daya alam yang dapat digali dan dikembangkan, seperti sektor pertanian, perikanan dan kelautan, industri, pariwisata, dan perdagangan.
Sebagai contoh, kabupaten yang selama ini dikenal dengan masakan Soto Lamongan ini merupakan daerah penghasil ikan laut terbesar di Jawa Timur yang mencapai 37.937 ton pada tahun 2006. Ironisnya, kabupaten yang memiliki bibir pantai sepanjang 47 kilometer ini baru mampu mengolah 30 persen hasil tangkapannya menjadi tepung ikan.
Selebihnya, industri yang berbahan baku ikan masih belum tergarap. Berdasarkan letak geografis, bagian utara Kabupaten Lamongan merupakan pantai laut Jawa. Sementara bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Gresik, bagian selatan dengan Mojokerto, sedangkan bagian barat dengan Bojonegoro dan Tuban.
"Dari awal, kami sudah sadar bahwa daerah kami punya potensi. Masalahnya, kemampuan keuangan daerah sangat minim dan infrastruktur sangat terbatas. Jumlah keluarga miskin di Lamongan juga sangat tinggi. Tanpa dukungan yang nyata dari masyarakat dan pihak swasta, pembangunan di Kabupaten Lamongan tidak akan bisa bergerak cepat," tutur Bupati Lamongan, Masfuk ketika ditemui di Lamongan beberapa waktu lalu.
Karena itu pula, jelas Masfuk, hal yang pertama dilakukan adalah mengajak masyarakat berpartisipasi. Konsolidasi dengan musyawarah pimpinan daerah dan masyarakat dilaksanakan secara rutin sebagai upaya menyamakan persepsi tentang apa yang ingin dicapai serta semua program yang akan dijalankan pemerintah kabupaten.
Penyampaian program dilaksanakan dengan bahasa sehari-hari karena masyarakat tidak mengerti apa itu yang namanya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), PAD, atau dana alokasi umum (DAU).
Selain meyakinkan masyarakat, motivasi kepada pemuda-pemuda Lamongan juga diberikan. "Saya selalu bilang kepada mereka bahwa kita tidak bisa selamanya menjadi warga ndesa yang tertinggal. Kalian bisa maju dan harus dimulai sekarang juga," ujarnya.
Meyakinkan dan memotivasi masyarakat memang tidak bisa hanya dengan kata-kata. Singkatnya, masyarakat juga perlu bukti kalau mereka juga dilibatkan dalam pembangunan. Karena itu, menurut Masfuk, sebagian APBD dialokasikan untuk program-program yang menyentuh kepada masyarakat, seperti pembangunan jalan desa dan pasar desa.
Sejak tahun 2004, Pemkab Lamongan mengalokasikan dana khusus untuk pembangunan infrastruktur desa sebesar Rp 24,2 miliar. Dana tersebut didistribusikan ke 462 desa yang masing-masing mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 52,5 juta.
Pemkab Lamongan menyerahkan sepenuhnya pemanfaatan dana tersebut kepada desa. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005, Pemkab Lamongan juga mengalokasikan dana untuk bantuan dusun dan rukun warga. Bagi desa yang memiliki lebih dari enam dusun, masing-masing dusun mendapatkan Rp 6 juta.
Sementara masing-masing rukun warga mendapat dana bantuan sebesar Rp 5 juta. Total rukun warga yang mendapat bantuan sebanyak 296 rukun warga. "Sampai tahun 2006, kami juga telah membangun 36 unit pasar desa yang masing-masing tersebar di wilayah kecamatan dengan total dana Rp 6 miliar," ujar Masfuk.
Pasar desa
Sistem pelaksanaan program pembangunan pasar desa dilaksanakan melalui pinjaman lunak dari dana APBD. Setelah pasar selesai, pihak pengelola pasar memberikan kontribusi kepada Pemkab Lamongan sebesar 15 persen dari hasil keuntungan.
Menurut Masfuk, dengan upaya-upaya itulah akhirnya Pemkab Lamongan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Perlahan, tetapi pasti, muncul semangat partisipasi pembangunan dari masyarakat. Pendekatan serupa juga dilakukan terhadap semua calon investor.
Semua perizinan dipermudah, termasuk penyediaan lahan yang dibutuhkan investor. "Kami gelar karpet merah untuk investor yang mau masuk ke Lamongan. Semua peraturan daerah kami buat semaksimal mungkin tidak merusak iklim investasi. Semua kebutuhan investor akan kami penuhi. Kami tidak ingin investor lari cuma karena pungutan," kata Masfuk.
Saat ini semua infrastruktur pendukung memang sudah hampir tersedia sepenuhnya di Kabupaten Lamongan, mulai dari lahan, jalan raya, pasokan air, jaringan telekomunikasi, hingga listrik. Satu-satunya yang belum bisa dijamin Pemkab Lamongan adalah pasokan gas.
"Untuk yang satu ini kami memang belum bisa menjamin karena kebijakan pasokan gas juga bergantung pemerintah provinsi dan pusat. Karena itu, kami berharap ada kebijakan yang membantu pasokan gas ke Lamongan karena sudah ada investor yang berniat membangun pabrik baja di Lamongan," papar Masfuk.
Upaya menarik investor jelas bukan pekerjaan mudah. Pemerintah daerah harus benar-benar bisa meyakinkan calon investor mengenai potensi dan insentif yang akan didapatkan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Agung Pambudi mengungkapkan, pemerintah daerah memang harus sadar bahwa pelaksanaan otonomi daerah merupakan peluang sekaligus tantangan.
Dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, pemerintah daerah punya keleluasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
Semua itu, jelas Agung, tentu saja ada konsekuensi dan implikasi bagi pemerintah daerah. Konsekuensi yang nyata adalah bahwa daerah harus mampu menjalankan roda pemerintahan secara mandiri dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara implikasinya, pemerintah daerah dituntut untuk bisa bersaing dengan daerah lain dalam mengelola dan menggali potensi wilayahnya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
"Untuk merespons konsekuensi itu, pemerintah daerah tentu harus jeli membaca dan menganalisa kondisi riil yang ada. Pemerintah daerah juga dituntut agar lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya," ujar Agung.
Hal inilah, menurut Agung, yang setidaknya berhasil diterjemahkan Pemerintah Kabupaten Lamongan. Sadar dengan potensi anggaran yang minim, masyarakat dan kalangan swasta akhirnya digalang untuk ikut berpartisipasi.
Sumber : http://kompas.com/
kami adalh paguyuban pasar tangsi sidokumpul paciran,pasar kami mau dibangun oleh p.kades KUSRI,dg investor gak jelas dan harga yg tidak terjangkau bg kami,kamipun tdk diajak oleh pihak desa untk berdialog masalah ini dan hak-hak pedagang lama tdk dipenuhi,dan tidak ada ganti rugi serta konpensasi,janji pihak kecamatan untk memediasi juga blm terlaksana,kami telah kirim surat pengaduan ke pemkab ke DPRD jg tdk ada tanggapan,gmn?jk ini berlarut-larut kami akan demo besar-besaran keLAMONGAN,LA mania dr weru complex paciran.tlng......P.Fadli,Mas Amar(prone Dr.Manaf),P.Makin Abas dan bos kita Yuro Nur
BalasHapus